1 Oktober 2022, Kawanaker hari ini, tanggal 11 Maret 2022 ditetapkan sebagai Hari Kopi Nasional. Penetapan ini belum lama, yaitu sejak 2018 lalu. Selanjutnya, setahun kemudian barulah ada even even khusus digelar untuk merayakan Hari Kopi Nasional.
Penetapan Hari Kopi pada 2018 ini diawali dengan pameran kopi di Intermark Convention Hall, Serpong, yang dilanjutkan dengan diumumkannnya Dewan Pengurus Pusat (DPP) Dekopi oleh Ketua Dekopi sendiri, yaitu Anton Apriyantono, yang pernah menjadi Menteri Pertanian Indonesia.
Beberapa bulan sebelumnya, Dekopi dideklarasikan di Yogyakarta, tepatnya pada tanggal 9 Desember 2017. Cita-cita yang diemban Dekopi saat itu adalah memacu perkopian nasional serta mengembalikan dan meningkatkan kejayaan kopi nusantara.
Pada peringatan Hari Kopi Nasional yang kedua, yaitu tahun 2020, berbagai even digelar secara meriah di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta. Tak jauh beda dengan perayaan di tahun sebelumnya, Ketua Dekopi, Anton Apriyantono menyampaikan, momentum peringatan Hari Kopi Nasional 2020 diharapkan bisa menumbuhkan semangat baru untuk bersatu dan memperkuat sinergi pembangunan kopi nasional agar kopi Indonesia menjadi kopi yang unggul di dunia.
Namun pada rangkaian acara ini, ada juga penandatanganan Nota Kesepahaman Dalam Rangka Penerapan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian di Bidang Kopi antara BSN dengan Dekopi. Penandatanganan kerjasama dilakukan oleh Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Zakiyah dan Ketua Umum Dekopi, Anton Apriyantono.
Meski tampak ada langkah yang lebih maju dari sekedar menggelar pameran pameran kopi, cita – cita Dekopi ini hingga di tahun 2022 ini nampaknya belum sepenuhnya tercapai. Ini karena upaya yang dilakukan Dekopi masih meluas secara nasional, sementara cita-cita Dekopi yang diungkapkan Ketua Anton Priyono, maupun insan pecinta kopi Indonesia seperti saya, adalah kopi Indonesia unggul secara global atau mendunia.
Cita cita ini bukan hal yang mustahil, karena Indonesia adalah pemasok terbesar keempat di dunia dengan jumlah produksi 11,95 juta karung berukuran 60 kilogram (kg) pada tahun 2020 lalu. Posisi pertama diduduki Brazil dengan produksi 63,4 juta karung, kedua Vietnam dengan 29 juta karung, dan ketiga Colombia dengan 14,3 juta karung.
Sementara negara tujuan ekspor kopi dari Indonesia, adalah Amerika Serikat nilai ekspor sebesar US$ 202 juta atau 25% dari total ekspor kopi pada 2020. Kedua Jepang dengan nilai ekspor US$ 56 juta, ketiga Malaysia dengan nilai US$ 55,4 juta, Mesir US$ 55,02 juta, dan Jerman US$ 49,7 juta dan Itali senilai US$ 44 juta.
Namun penentu harga kopi dunia bukanlah Indonesia, yang bukan hanya salah satu produsen kopi terbesar di dunia.Kopi robusta dikendalikan harganya oleh bursa berjangka di London, Inggris, sedangkan kopi arabica dikendalikan bursa New York di Amerika Serikat (AS).
Indonesia memiliki begitu banyak varian kopi, karena kopi dihasilkan dari berbagai daerah di seluruh nusantara (bukan IKN), dengan kondisi tanah, suhu, cuaca yang berbeda, sehingga menghasilkan rasa dan aroma yang berbeda pula.
Nilai lebih ini semestinya bisa menjadi bargaining atau daya saing yang cukup jitu untuk mendesak peran negara lain dalam perdagangan kopi dunia.
Pameran kopi nusantara tidak perlu digelar hanya untuk memperkenalkan kopi dari negeri Indonesia kepada warga Indonesia sendiri. Pameran itu semestinya dibuka untuk warga dunia, supaya warga dunia tahu bahwa Indonesia kaya bukan hanya kuantitas produksinya tetapi juga dengan varian dan rasa produk kopi.
Adanya bidang khusus kopi untuk standarisasi dan penilaian kopi pada Badan Standarisasi Nasional (BSN) memang berguna untuk perdagangan produk kopi secara global, namun ini baru satu langkah dari pengembangan kopi ke ruang global. Sementara untuk meraih cita – cita tadi, kopi nusantara yang mendunia, diperlukan bukan hanya satu langkah, melainkan 10, atau bahkan 20 langkah ke depan. Ini yang perlu menjadi perhatian penuh Dekopi atau lembaga lain, dan terutama institusi pemerintah.
Anda sudah ngopi hari ini?